Semilir Angin di ‘Surga Bahari’ Natuna
Jakarta, Artvindernegi — Delapan hari tujuh malam saya berada di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, pertengahan Oktober lalu. Tentu bukan liburan, tapi untuk liputan.
Saya pergi bersama rekan videografer. Kami bertemu beberapa nelayan, berbincang dengan warga lokal, dan mewawancarai pejabat setempat.
Kemudian mendatangi sejumlah tempat dari Selat Lampa di selatan sampai Tanjung Datuk di utara Pulau Bunguran.
Natuna terdiri dari gugusan pulau, dari Pulau Bunguran atau Natuna, Pulau Sedanau, Pulau Laut, Pulau Subi Besar, hingga Serasan. Pusat pemerintahan berada di Pulau Bunguran.
Wilayahnya berada di ujung utara perbatasan RI, berhadapan dengan negara lain. Tak heran sejumlah nelayan di sana kerap bertemu kapal-kapal asing, terutama Vietnam dan China.
Sebagai daerah kepulauan, Natuna memiliki 119 daya tarik wisata, 80 persen adalah wisata bahari. Terdapat sekitar 79 garis pantai tersebar di gugusan kepulauan tersebut.
Di tengah aktivitas liputan, saya menyempatkan mendatangi sejumlah lokasi. Selama di sana, cuaca cukup bersahabat. Langit cerah dengan terik matahari yang menyengat. Hanya pada dua hari terakhir di sana hujan turun hampir seharian.
Saya merangkum sejumlah tempat yang bisa Anda datangi dalam satu hari penuh, hingga malam selama di Natuna. Perlu diketahui tak ada angkutan umum di sana. Anda harus menyewa mobil maupun motor. Jangan khawatir ada beberapa tempat penyewaan kendaraan di sana.
Sarapan di Warung Kopi Akun
Sopir mobil rental telah menunggu di depan hotel sekitar pukul 08.00 WIB hari itu. Ia merekomendasikan sarapan di Warung Kopi Akun. Lokasinya tak begitu jauh dari penginapan saya di Jalan Datuk Kaya Wan Mohammad Benteng.
Warung Kopi Akun terletak di Jalan Soekarno-Hatta, seberang Pantai Piwang. Lokasinya berada di jalur utama Natuna. Salah satu makanan favorit di warung ini bubur ikan. Harga satu porsinya Rp15 ribu.
Tampilannya sama dengan bubur nasi pada umumnya. Namun, bubur ini lebih encer, dengan suwiran ikan, ditambah telur setengah matang.
Buat kalian yang kurang ‘nendang’ hanya makan bubur, ada pilihan lain di warung ini. Mie tarempa. Satu porsinya Rp18 ribu. Mie tersebut asli dari Kabupaten Anambas, tetangga Natuna.
Selain itu, warung ini juga dikenal dengan hidangan kopi hitam dan kopi susunya. Harga satu cangkir kopi hanya Rp5 ribu. Warung ini sudah ramai sejak pagi. jadi tempat berkumpul para PNS atau polisi untuk mengisi perut sebelum beraktivitas.
Santai di Pantai Batu Kasah
Setelah selesai mencicipi kudapan khas Natuna, kalian bisa menuju Pantai Batu Kasah. Lokasinya berada di Kecamatan Bunguran Selatan. Mobil mengarah ke selatan Kota Ranai.
Butuh waktu sekitar 30 menit dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam untuk sampai ke Pantai Batu Kasah. Destinasi wisata ini sudah ditetapkan sebagai salah satu geosite atau situs warisan geologi Natuna.
Di pintu masuk kawasan ini berdiri gapura bertuliskan ‘Geosite Batu Kasah Natuna’, dengan ornamen alat musik gendang di bagian atas dan ikan di tiang gapura. Tak ada penjaga di pintu gerbang, sehingga saya tak perlu membeli tiket masuk.
Hari itu, saya menjadi pengunjung pertama di pantai tersebut. Amat, sopir mobil rental, mengatakan pantai-pantai di Natuna memang sepi saat hari kerja. Kawasan pantai baru ramai pengunjung pada Sabtu dan Minggu.
Puluhan pohon kelapa berjejer di sepanjang pantai ini. Di antara pohon kelapa yang menjulang berdiri gubuk-gubuk kayu menghadap ke pantai. Gubuk tersebut disewakan ke pelancong.
Pasirnya begitu halus. Terdapat banyak batu-batu besar di sepanjang pantai. Batuan berbahan granit saling bertumpuk dan terhampar hingga menjorok ke laut.
Saat hari kerja, tak ada satu warung pun yang buka. Pusat informasi yang berada di sisi selatan juga tutup. Jadi kalian harus membawa camilan sebelum memutuskan datang bukan pada akhir pekan.
Wisata Sejarah di Museum Sri Serindit
Setelah bermain di pantai Batu Kasah, Anda bisa sejenak mampir ke Museum Sri Serindit. Jaraknya sekitar 45 berkendara dari Batu Kasah. Museum ini terletak di Jalan Imam H. Ismail, Gang Tok Ilok, Kelurahan Ranai Darat, Bunguran Timur.
Museum dikelola oleh Zaharuddin. Tersimpan beragam benda peninggalan masa lalu di sana. Seperti piring, vas bunga, mangkuk, dan perkakas rumah tangga lainnya, hingga berbagai senjata, pedang, keris, serta tembakan.
Mayoritas benda-benda ini ditemukan sendiri oleh Zaharuddin. Menurutnya, mayoritas barang arkeologi tersebut berasal dari sejumlah dinasti di China, India, Persia, Timur Tengah, Eropa, Jepang, Vietnam, Thailand, serta Pulau Jawa.
Museum buka Sabtu sampai Kamis, pukul 09.00 sampai 16.00 WIB. Namun, karena masih masa pandemi Covid-19, musuem tutup. Pengunjung bisa datang asal membuat janji terlebih dahulu dengan Zaharuddin. Lokasinya hanya sekitar 15 menit berkendara dari pusat kota.
Di museum itu tersimpan kapak prasejarah hingga fosil yang diperkirakan dari zaman purba sekitar 70 sampai 100 juta tahun lalu.
“Kita menemukan mulai dari peradaban prasejarah, ada kampak zaman neolitikum, megalitikum, dan ini ada fosil awal pembentukan Pulau Bunguran, gugusan Pulau Natuna ini. Ini fosil sekitar 70 sampai 100 juta tahun yang lalu,” katanya beberapa waktu lalu.
Makan Siang di Pantai Tanjung
Setelah melihat benda-benda arkeologi, kalian bisa bersantai sembari makan siang di Pantai Tanjung. Pantai ini berada di Kecamatan Bunguran Timur Laut. Dari museum, destinasi wisata ini bisa ditempuh dalam waktu 30 menit.
Sama seperti Pantai Batuh Kasah, pantai ini juga sepi dari pengunjung pada hari kerja. Tapi tenang, beberapa warung tetap buka. Pantai Tanjung memiliki garis pantai yang panjang. Ombaknya cukup tenang. Pas untuk
Warung-warung berjajar di tepi pantai. Terdapat beberapa menu makanan, mayoritas hidangan laut. Mereka juga menyajikan sejumlah minuman, termasuk kelapa muda.
Kalian bisa menikmati makan siang sambil merasakan desiran angin laut. Pemandangan Gunung Ranai di sisi barat daya menjadi pelengkap.
Menurut pemilik warung, Pantai Tanjung baru ramai pada Sabtu dan Minggu. Warga dari beberapa kecamatan di Natuna memadati kawasan pantai.
Menuju Tanjung Datuk di Utara
Menikmati matahari terbenam bisa dilakukan jika Anda terus bergerak ke utara, menuju salah satu geosite, Tanjung Datuk. Waktu tempuh dari Pantai Tanjung sekitar 45 menit.
Tanjung Datu berada di Kecamatan Bunguran Utara. Kita akan melewati beberapa pantai yang juga menjadi destinasi wisata warga lokal, seperti Pantai Sujung. Beberapa penginapan pun sedang dalam tahap pembangunan.
Natuna seperti sedang bersolek, menyambut kedatangan turis meski masih dalam masa pandemi Covid-19. Amat, sopir rental menyebut mantan pejat negara ada yang membeli puluhan hektare tanah di sisi timur pantai Natuna tersebut.
Sepanjang jalan banyak anjing berkeliaran. Namun, anjing-anjing tersebut tak galak. Di Natuna sepertinya lebih banyak anjing liar ketimbang kucing. Anda bakal disuguhkan pemandangan pantai di sisi kanan jalan, dan semak belukar di sisi kiri.
Tanjung Datuk merupakan bukit batu, dengan tebing menjorok ke pantai. Kendaraan Anda harus melewati jalan menanjak. Di atas bukit ini ada bangunan radar milik TNI AU. Selain itu ada villa milik warga lokal.
Terdapat juga musala yang dibangun dekat sebuah batu. Menurut Amat, batu tersebut adalah monumen penanda peristiwa tewasnya sejumlah prajurit TNI saat latihan beberapa tahun lalu.
Dari atas tebing Anda bisa melihat lautan lepas hingga Pulau Laut yang terletak di utara Pulau Bunguran. Hari itu, hanya kami yang berada di salah satu geosite Natuna. Kalian juga bisa bermain air di pantai yang letaknya di bawah bukit ini.
Anda harus menyusuri tebing batuan untuk sampai pantai. Sama seperti di dua pantai sebelumnya, kawasan ini memiliki ombak yang tenang. Pilih pergi pada hari biasa, agar pantai seperti milik pribadi.
Kongko di Seberang Pantai Piwang
Setelah matahari kembali keperaduan, Anda bisa menikmati malam di seberang Pantai Piwang, pusat keramaian di Kota Ranai. Saat itu, saya memilih menyambangi salah satu kafe favorit warga lokal di Jalan Soekarno-Hatta, Ranai.
Kafe ini bernama Hari Dah Sore atau dikenal warga dengan sebutan HDS. Lokasinya persis di sisi jalan, seberang Pantai Piwang. Kafe ini selalu ramai saat malam hari, bahkan sampai pengunjung antre untuk bisa makan di sana saat akhir pekan.
Tempat kongkow ini memiliki banyak pilihan makanan dengan harga bersahabat, di bawah Rp25 ribu. Dari kopi, es jeruk Pontianak, roti john, hingga nasi goreng.
Anda bisa menghabiskan sisa malam di tempat ini sembari menikmati suasan kota Ranai, sebelum kembali ke penginapan.